Pages

Rabu, 23 Oktober 2013

PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF


 Ø  Prinsip dalam UU.No 41/2004, Pasal 40 - 41 terhadap status harta benda yang telah diwakafkan
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:
  1. dijadikan jaminan;
  2. disita;
  3. dihibahkan;
  4. dijual;
  5. diwariskan;
  6. ditukar; atau
  7. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Pengecualian :
Lihat Pasal 41
  1. Ketentuan dalam Pasal 40 huruf f (ditukar) dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.
  2. Pelaksanaan ketentuan tersebut hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
  3. Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian tersebut (point 1), wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang. kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
  4. Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Prinsip dalam KHI, Pasal 225 Thdp Status Harta Benda Yang Telah Diwakafkan
      Pada dasarnya tidak dapat dilakukan perubahan  atau penggunaan lain selain dari pada apa yang dimaksud dalam ikrar wakaf.
      Penyimpangan dari ketentuan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu  setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kepala KUA Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan:
a)      karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif;
b)      karena kepentingan umum.
Hukum Tukar Guling Wakaf
      Tukar guling wakaf dalam bahasa arab sering disebut dengan istibdal wakaf; yaitu menukar wakaf dengan sesuatu, baik wakaf itu dijual terlebih dahulu kemudian diganti dengan barang yang lain atau dipindah lokasinya.
      Masalah ini masih menjadi polemic di antara pengelola wakaf dan masyarakat. Karena perbedaan persepsi tentang hokum istibdal wakaf (tukar guling wakaf), padahal hokum ini telah dibahas kira-kira 10 abad yang lampau oleh para ulama’ 4 madzhab.
Menurut 4 madzhab
      Dalam perspektif mazhab Hanafiyah, hukum Istibdal adalah boleh. Landasan kebijakannya adalah kemaslahatan dan manfaat yang abadi yang menyertai praktik Istibdal. Walaupun masih ada perselisihan dikalangan mereka namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Selama Istibdal itu dilakukan untuk menjaga kelestarian dari manfaat barang wakaf, maka syarat ”kekekalan” wakaf terpenuhi dan itu tidak melanggar syariat. Jadi yang dimaksud syarat ”abadi” disini bukanlah mengenai bentuk barangnya saja tapi juga dari segi manfaatnya yang terus berkelanjutan. ( البحر الرائق شرح كنز الدقائق - (ج 14 / ص 396 ,
      Dalam kitab Syarh Al-Wiqayah, Abu Yusuf (113-183 H) menyatakan: ”jika barang wakaf sudah tidak terurus dan tidak bisa memberikan keuntungan lagi maka barang tersebut boleh diganti. Walaupun tanpa syarat Istibdal (penggantian) sebelumnya.” ( البحر الرائق شرح كنز الدقائق - (ج 14 / ص 396 ,
Dalam perspektif mazhab Malikiyah
      pelaksanaan Istibdal tidak diperbolehkan menurut sebagian besar ulama malikiyah. Imam Malik melarang tukar guling wakaf pada benda yang tidak bergerak, seperti masjid, kuburan atau jalan raya. Beliau mengecualikan bila dalam keadaan darurat seperti perluasan. Sedang Ulama malikiyah membolehkan menukar gulingkan wakaf manqul (benda bergerak) apabila ditakutkan berkurang manfaatnya.
      karena barang wakaf yang sudah rusak dan tidak bisa menghasilkan manfaat lagi maka akan menimbulkan biaya perawatan yang lebih besar daripada manfaat yang dihasilkan. Menurut Ibn Rusyd (wafat 1198 M), hukum ini telah mendapat restu dari semua ulama Malikiyah. Terlebih jika barang wakaf tersebut akan bertambah rusak bila dibiarkan.
Dalam perspektif mazhab Syafi’i
      Sementara ulama Syafiiyah sangat hati-hati mengenai pelaksanaan Istibdal wakaf. Mereka tidak memperbolehkan tukar guling wakaf yang bergerak, hal ini berseberangan dengan madzhab malikiyah yang membolehkannya. Sikap ini lahir karena pemahaman mereka mengenai ”kekekalan” wakaf. Kekekalan versi mazhab Syafiiyah adalah kekelan bentuk barang wakaf tersebut. Sehingga terkesan mereka mutlak melarang Istibdal dalam kondisi apapun. Mereka mensinyalir, penggantian tersebut dapat berindikasi penilapan atau penyalahgunaan barang wakaf.
Dalam perspektif mazhab Hambali
      madzhab Hambali lebih bersifat moderat (pertengahan) meskipun tidak seleluasa mazhab Hanafiyah. Mengenai Istibdal ini, mazhab Hambali tetap membolehkan dan tidak membedakan berdasarkan barang wakaf bergerak atau tidak bergerak. Bahkan terkesan sangat mempermudah izin untuk melakukan praktik Istibdal wakaf. Mereka berpendapat bahwa jika barang wakaf dilarang untuk dijual —sementara ada alasan kuat untuk itu— maka kita telah menyia-nyiakan wakaf
Ibnu Qudamah berkata,
      إن الوقف إذا خرب وتعطلت منافعه، كدار انهدمت، أو أرض خربت وعادت مواتا ولم تمكن عماراتها، أو مسجد انتقل أهل القرية عنه، وصار في موضوع لا يصلى فيه، أو ضاق بأهله ولم يمكن توسيعه في موضوعه، أو تشعب جميعه ولم تمكن عمارته ولا عمارة بعضه إلا ببيع بعضه، جاز بيع بعضه لتعمر به بقيته، وإن لم يكن الانتفاء بشيء منه بيع جميعه
                                                                                                                        (فتاوى ورسائل محمد بن إبراهيم آل الشيخ - (ج 9 / ص ۱٦١
Kesimpulan pendapat mereka
      Madzhab hanafi paling longgar dalam masalah ini, kemudian diikuti madzhab maliki, di ujung lain madzhab syafii cenderung sangat hati-hati bahkan sebagia ulama’nya melarang mutlak istibdal wakaf. Madzhab hambali pertengahan di antara dua pendapat di atas, tetapi berbeda dalam masalah tukar guling wakaf masjid, tiga madzhab tidak memperbolehkan sedang madzhab hambali memperbolehkan istibdal wakaf masjid dengan beberapa dalil.
الدليل الأول: ما روي من أن عمر بن الخطاب ـ رضي الله عنه ـ نقل مسجد الكوفة القديم إلى مكان آخر، وصار الأول سوقاً للتمَّارين، فهذا إبدال لِعَرَصَة المسجد·
الدليل الثاني: أن عمر وعثمان بنيا مسجد النبي صلى الله عليه وسلم على غير بنائه الأول، وزادا فيه، وكذلك المسجد الحرام، وهذا دليل لإبدال بنائه ببناء آخر·
،بالأرض ولألصقتها الكعبة لنقضت بجاهلية عهد حديثو قومك أن لولا >:لعائشة قال وسلم عليه الله صلى النبي أن من لصحيحين في ثبت ما:الثالث لدليل
بناء تغيير فيجوز ،الكعبة بناء غيَّر وسلم عليه اللهصلى النبي لكان الراجح المعارض فلولا ،<الناس منه يخرج وباباً ،منه الناس يدخل باباً :بابين لها ولجعلت
      ·الراجحة المصلحة لأجل ،صورة إلى صورة من الوقف
Pendapat Ibnu Taimiyah
      Ibnu taimiyah merojihkan bolehnya menjual dan menukar gulingkan wakaf baik wakaf bergerak atau tidak bergerak seperti masjid, dengan syarat barang wakaf tersebut tetap bermaslahat dan pewakaf tidak mensyaratkannya.

المسائل الماردينية: ابن تيمية، ص 331، وما بعدها
By: Fasihudin Arafat, S.H., S.H.I

0 komentar:

Posting Komentar